Hari terlalu panas untuk dijejali
setumpuk keluhan. Apa hubungannya? Entah, hari yang panas membuat pikiran
terpaku pada keinginan untuk segera berganti sore. Saat itu, aku sedang
menunggu dua orang teman spesial bernama Dina dan Dame di dalam Mesjid Agung
yang terletak di Alun-alun Bandung. Penasaran kenapa kita janjian ketemu di
Mesjid Agung? Aku juga ga tau kenapa. Mungkin karena kita mau mewawancarai
pihak bank sekuritas yang ada di daerah situ.
Saat sedang asyik menunggu sambil
memainkan handphone yang mati karena kehabisan baterai, seorang ibu menghampiri
sambil bertanya “Dari mana neng?”. Aku yang kebingungan karena mesin pencari di
otak menemukan beberapa nama tempat seperti Bandung, Jatinangor, Kopo dan Toilet,
akhirnya memutuskan untuk menjawab saja dengan berkata “Kopo bu. Hehe”. Kemudian
sang Ibu yang berpakaian seperti semua Ibu-ibu pengajian Mesjid Agung yang baru
saja bubaran ini duduk dengan posisi tepat menghadap ke arahku. Kalo diibaratkan
Jam, aku berada di arah jarum jam 6 sementara Sang Ibu berada di arah jarum jam
12. Sang Ibu tidak mempedulikan jawabanku, ia hanya sibuk mengutak-atik
handphonenya. Beberapa menit kemudian Ia bertanya kembali, “Lagi ngapain neng?”
sehingga aku harus menjawab “Lagi nunggu temen bu. Hehe”. Sejenak kemudian Sang
Ibu menyebutkan sebuah permintaan yang cukup aneh yakni “Neng, nanti tolong ya,
jawab telepon ibu bilang gini: ‘Jaaadi gaaa?’, tapi yang centil ya neng”. Bahkan
mungkin seorang Jinny oh Jinny pun akan berkerut dahi jika mengetahui orang
yang menggosokkan lampu wasiatnya jauh-jauh datang hanya untuk menyebutkan
permintaan aneh itu. Permintaan tersebut berusaha aku tolak dengan berkata “Maaf
bu, aku ga bisa. hehe emang buat apa bu?”. Sang Ibu yang yakin bahwa orang yang
baru sesaat lalu ditemuinya ini bisa menghasilkan nada centil berkata “pasti
bisa neng, coba dulu ya, bantuin ibu..”. walaupun pertanyaan aku sebelumnya ga
di jawab, ya udah aku bilang “iya” aja karena ga tega.
Prosesi dilakukan, Sang Ibu
menelepon orang yang dituju, telepon diterima dan akhirnya aku melakukan
pekerjaan sesuai instruksi dengan berkata “Jadi ga?” di telepon. Entah nada apa
yang ditimbulkan hingga Sang Ibu hanya berkerut dan memberikan instruksi
tambahan untuk berkata “Kapan?”.
Pekerjaan selesai, telepon ditutup
dan Sang Ibu senyum-senyum sendiri sambil bertanya “Ah, neng mah kurang centil,
datar ngomongnya. Orang mana? Bukan orang Bandung ya?”. Aku menggeleng dan
berkata “Orang Bandung bu haha iya nih aku ga bisa kayak gitu bu. Hehe”. Sang
Ibu kemudian terlihat mengganti simcardnya lalu menelepon orang yang sama. Setelah
telepon ditutup, tiba-tiba Sang Ibu bercerita bahwa yang ia telepon barusan
adalah suaminya.
Suami Sang Ibu ini ternyata
berbohong dengan berkata bahwa teleponnya mati barusan, padahal baru aja nerima
telepon dari aku. Suaminya yang berumur 52 tahun baru-baru ini ketahuan berselingkuh
dengan seorang perempuan berumur 33 tahun. Dengan berapi-api Sang Ibu
menjelaskan bahwa perempuan “kedua” ini adalah seorang perempuan dengan nada
suara yang tinggi dan bersemangat, mungkin itu alasan Sang Ibu meminta aku
untuk menjawab telepon dengan nada centil. Ia berpesan supaya kita sebagai perempuan
harus hati-hati dalam memilih laki-laki.
Jangan sembarangan, jangan cuma liat fisiknya. Tapi cari yang memang mencintai kita
dengan sungguh-sungguh dan bersedia menjadikan kita satu-satunya tanpa
dua-duanya, tiga-tiganya atau lebih. Agak prihatin juga sih sama perasaan Sang
Ibu. Pasti sakit. Perbincangan dengan Sang Ibu berakhir ketika waktu menunjukkan pukul 12.35 WIB.
Sang Ibu bilang sih mau cari perempuan bersuara centil lain yang bisa lebih
meyakinkan suaminya. Aku yang masih menunggu kedatangan Dina dan Dame cuma bisa
merenung. Adios amigos, hatur nuhun.