Rabu, 02 Oktober 2013

Selingkuh

Hari terlalu panas untuk dijejali setumpuk keluhan. Apa hubungannya? Entah, hari yang panas membuat pikiran terpaku pada keinginan untuk segera berganti sore. Saat itu, aku sedang menunggu dua orang teman spesial bernama Dina dan Dame di dalam Mesjid Agung yang terletak di Alun-alun Bandung. Penasaran kenapa kita janjian ketemu di Mesjid Agung? Aku juga ga tau kenapa. Mungkin karena kita mau mewawancarai pihak bank sekuritas yang ada di daerah situ.
Saat sedang asyik menunggu sambil memainkan handphone yang mati karena kehabisan baterai, seorang ibu menghampiri sambil bertanya “Dari mana neng?”. Aku yang kebingungan karena mesin pencari di otak menemukan beberapa nama tempat seperti Bandung, Jatinangor, Kopo dan Toilet, akhirnya memutuskan untuk menjawab saja dengan berkata “Kopo bu. Hehe”. Kemudian sang Ibu yang berpakaian seperti semua Ibu-ibu pengajian Mesjid Agung yang baru saja bubaran ini duduk dengan posisi tepat menghadap ke arahku. Kalo diibaratkan Jam, aku berada di arah jarum jam 6 sementara Sang Ibu berada di arah jarum jam 12. Sang Ibu tidak mempedulikan jawabanku, ia hanya sibuk mengutak-atik handphonenya. Beberapa menit kemudian Ia bertanya kembali, “Lagi ngapain neng?” sehingga aku harus menjawab “Lagi nunggu temen bu. Hehe”. Sejenak kemudian Sang Ibu menyebutkan sebuah permintaan yang cukup aneh yakni “Neng, nanti tolong ya, jawab telepon ibu bilang gini: ‘Jaaadi gaaa?’, tapi yang centil ya neng”. Bahkan mungkin seorang Jinny oh Jinny pun akan berkerut dahi jika mengetahui orang yang menggosokkan lampu wasiatnya jauh-jauh datang hanya untuk menyebutkan permintaan aneh itu. Permintaan tersebut berusaha aku tolak dengan berkata “Maaf bu, aku ga bisa. hehe emang buat apa bu?”. Sang Ibu yang yakin bahwa orang yang baru sesaat lalu ditemuinya ini bisa menghasilkan nada centil berkata “pasti bisa neng, coba dulu ya, bantuin ibu..”. walaupun pertanyaan aku sebelumnya ga di jawab, ya udah aku bilang “iya” aja karena ga tega.
Prosesi dilakukan, Sang Ibu menelepon orang yang dituju, telepon diterima dan akhirnya aku melakukan pekerjaan sesuai instruksi dengan berkata “Jadi ga?” di telepon. Entah nada apa yang ditimbulkan hingga Sang Ibu hanya berkerut dan memberikan instruksi tambahan untuk berkata “Kapan?”.
Pekerjaan selesai, telepon ditutup dan Sang Ibu senyum-senyum sendiri sambil bertanya “Ah, neng mah kurang centil, datar ngomongnya. Orang mana? Bukan orang Bandung ya?”. Aku menggeleng dan berkata “Orang Bandung bu haha iya nih aku ga bisa kayak gitu bu. Hehe”. Sang Ibu kemudian terlihat mengganti simcardnya lalu menelepon orang yang sama. Setelah telepon ditutup, tiba-tiba Sang Ibu bercerita bahwa yang ia telepon barusan adalah suaminya.


Suami Sang Ibu ini ternyata berbohong dengan berkata bahwa teleponnya mati barusan, padahal baru aja nerima telepon dari aku. Suaminya yang berumur 52 tahun baru-baru ini ketahuan berselingkuh dengan seorang perempuan berumur 33 tahun. Dengan berapi-api Sang Ibu menjelaskan bahwa perempuan “kedua” ini adalah seorang perempuan dengan nada suara yang tinggi dan bersemangat, mungkin itu alasan Sang Ibu meminta aku untuk menjawab telepon dengan nada centil. Ia berpesan supaya kita sebagai perempuan  harus hati-hati dalam memilih laki-laki. Jangan sembarangan, jangan cuma liat fisiknya. Tapi cari yang memang mencintai kita dengan sungguh-sungguh dan bersedia menjadikan kita satu-satunya tanpa dua-duanya, tiga-tiganya atau lebih. Agak prihatin juga sih sama perasaan Sang Ibu. Pasti sakit. Perbincangan dengan Sang Ibu berakhir ketika waktu menunjukkan pukul 12.35 WIB. Sang Ibu bilang sih mau cari perempuan bersuara centil lain yang bisa lebih meyakinkan suaminya. Aku yang masih menunggu kedatangan Dina dan Dame cuma bisa merenung. Adios amigos, hatur nuhun.

"Life is like riding a bicycle. To keep your balance you must keep moving."

-Albert Einstein-